- Home >
- SEPUCUK JAMBI SEMBILAN LURAH
Posted by : Unknown
Senin, 12 Januari 2015
Kedua peristiwa dalam legenda itu menunjukkan adanya
hubungan antara orang Arab dan Mesir dengan Melayu. Mereka sudah menjalin
hubungan komunikasi dan interaksi secara akrab. Kondisi tersebut melahirkan
interpretasi bahwa nama Jambi bukan tidak mungkin berasal dari
ungkapan-ungkapan orang Arab atau Mesir yang berkali-kali ke pelabuhan Melayu
ini. Orang Arab atau Mesir memberikan julukan kepada rakyat Melayu pada masa
itu sebagai ”Jambi”, ditulis dengan aksara Arab yang secara harfiah berarti
’sisi’ atau ’samping’, secara kinayah (figuratif) bermakna ’tetangga’ atau
’sahabat akrab’.
Jambi adalah sebuah provinsi di Indonesia
yang terletak di pesisir timur di bagian tengah Pulau Sumatera. Jambi merupakan
satu dari tiga provinsi di Indonesia yang ibukotanya bernama sama dengan nama
provinsinya, selain Bengkulu dan Gorontalo. Sepucuk Jambi Sembilan Lurah itulah
yang tertulis pada selogan Provinsi Jambi, yang mana ini menunjukkan luasnya wilayah Kesultanan Melayu Jambi yang
merangkul sembilan lurah dikala pemerintahan Orang Kayo Hitam, yaitu : VIII-IX
Koto, Petajin, Muaro Sebo, Jebus, Aer Itam, Awin, Penegan, Miji dan Binikawan.
Lambang merupakan sebagai suatu tanda
atau pengenal tetap baik berupa lukisan, perkataan/huruf, pada hakekatnya merupakan
pernyataan akan sesuatu hal atau mengandung makna/maksud tertentu. Kalimat “Sepucuk
Jambi Sembilan Lurah“ merupakan bagian dari logo lambang Provinsi jambi.
Imbuhan “se” pada kalimat “sepucuk” oleh pencipta logo lambang tersebut jelas
memberikan suatu arti satu kesatuan sejarah rakyat dan wilayah Provinsi Jambi
sejak masa kerajaan hingga menjadi provinsi, yang mana terbentuknya pada tahun
1960-an.
Jika kita cermati dan mengacu pada Peraturan
Daerah Provinsi Jambi Nomor 1 Tahun 1969 tentang lambang Daerah Provinsi Jambi,
lahirnya lambang daerah tersebut dimaksud sebagai pemeliharaan rasa kebangsaan
sebagai Bangsa Indonesia serta memelihara rasa kesatuan sebagai rakyat dari
negara Republik Indonesia dan untuk memperdalam rasa tanggung jawab terhadap
pembangunan Daerah.
Dalam pasal 2
ayat (8) dari peraturan daerah dimaksud memberikan perkuatan penafsiran terhadap
tulisan “Sepucuk Jambi Sembilan Lurah” di dalam satu pita yang tergulung tiga
dan kedua belah ujungnya bersegi dua, Pasal 21 Undang Adat Jambi menyebutkan
Pucuk Jambi Sembilan Lurah ialah “uluan Jambi” yaitu Pulau Aur ialah Pulau
Pandan, tempat sialang berlantak besi dan durian di takuk rajo, antara dengan
tanah Minangkabau, itulah yang dinamakan Pucuk Jambi.
Kalimat “Pucuk
Jambi Saembilan Lurah “ terpatri dalam naskah lama “undang-undang Piagam
Pencacahan dan Kisah Negeri Jambi” yang ditulis Ngebi Sutho Silago Priyayi Rajo
sari bertarikh 1356/1939 M, pada Kitab ini dalam pasal 37 pucuk Undang delapan
berbunyi “.....yang bernama pucuk jambi ialah Uluan Jambi, pertama Pulau Umak
disanalah Durian ditakuk Rajo sebelah hulu Sialang bertantak besi antara dengan
Tanah Minagkabau, maka itulah bernama pucuk jambi, Adapun yang dinamakan
Sembilan Lurah itu anak batanghari Jambi sungainyo yang besar 9 sungai, pertama
Sungai Tembesi, Kedua Batang Merangin, Ketiga Batang Asai, keempat Sungai Tabir,
Kelima Tebo, Keenam Bungo, Ketujuh Pelepat, Kedelapan Masumai, Kesembilan
Jujuhan, Mako itulah yang dinamakan yang Sembilan Lurah. Sebagai mana
yang kita ketahui Sungai Batanghari adalah sungai terpanjang di pulau Sumatera.
Sungai Jambi ialah nama kuno Sungai Batang Hari dengan 9 anak sungai yang
besar.
Ditulis oleh Eko Nuriyatman (Simpang Sungai Duren), mahasiswa Prodi Hukum Kebijakan Publik, Pascasarjana Universitas Sebelas Maret.